Senin, 05 Februari 2007

TEORI PENAWARAN UANG MODERN

Dalam perekonomian modern, para produsen emas tidak lagi mempunyai peranan moneter yang penting seperti dahulu dalam system standar emas. Dalam sistem standar kertas, sumber dari terciptanya uang beredar adalah Otorita Moneter (Pemerintah dan bank sentral) dan Lembaga Keuangan (keduanya bersama-sama kita sebut sebagai “Sistem Moneter”). Otorita Moneter merupakan supplier uang inti atau uang “primer”, sedang Lembaga Keuangan (perbankan) merupakan supplier uang “sekunder” bagi masyarakat.
Jadi sebenarnya pasar uang itu terdiri dari 2 “sub-pasar”, yaitu sub-pasar uang primer dan sub-pasar uang sekunder. Masing-masing mempunyai permintaan” dan “penawaran”nya, namun kedua sub tersebut sangat erat berhubungan satu sama lain. Sub-pasar uang primer bersifat lebih fundamental karena uang sekunder (giral) hanya bisa tumbuh karena ada uáng primer. Uang sekunder (giral) “diciptakan” oleh bank berdasarkan atas uang primer yang dipegang bank (cadangan bank). Tanpa ada uang primer tersebut tidak akan bisa diciptakan uang Sekunder. Jadi kedua sub-pasar tersebut bisa dibedakan secara konsepsi tetapi jelas kiranya bahwa dalam kenyataan keduanya tidak terpisahkan satu sama lain.
Proses terciptanya uang beredar adalah merupakan “proses pasar” artinya hasil interaksi antara permintaan dan penawaran, dan bukan sekedar pencetakan uang atau suatu keputusan Pemerintah belaka. Apabila misalnya pada suatu waktu permintaan akan uang inti tidak “klop” dengan penawaran uang inti, maka para pelaku dalam pasar uang masing-masing akan melakukan “penyesuaian” berupa tindakan-tindakan di sub-pasar uang inti sehingga akhirnya terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Demikian pula, apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di sub-pasar uang sekunder (giral), maka akan dilakukan pula tindakan-tindakan penyesuaian oleh para pelaku pasar uang sampai akhirnya tercapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar ini. Karena ke dua sub-pasar tersebut sangat erat terkait satu sama lain, maka para pelaku tersebut baru berhenti melakukan tindakan-tindakan penyesuaian hanya apabila permintàan dan penawaran di masing-masing sub-pasar mencapai keseimbangan secara bersarna-sama (simultan). Apabila pada suatu saat, katakan, sub-pasar uang inti mencapai ke seimbangan tetapi sub-pasar uang sekunder belum, maka keseimbangan yang sebenarnya belum tercapai. Di sub-pasar uang sekunder akan terjadi tindakan-tindakan penyesuaian yang mempengaruhi permintaan dan penawarannya. Perubahan pada permintaan dan penawaran uang sekunder (giral) pasti akan mempengaruhi permintaan dan penawaran uang inti. Jadi sub-pasar uang inti yang tadinya sudah seimbang menjadi tidak seimbang, dan tentu kemudian akan ada tindakan-tindakan penyesuaian di sub-pasar ini. Proses penyesuaian ini akan terus terjadi (di kedua sub-pasar tersebut) sampai kedua sub pasar tersebut mencapai keseimbangan secara bersama-sama (simultan). Baru apabila keadaan ini tercapai, maka pasar uang secara keseluruhan mencapai keseimbangan yang sesungguhnya (equilibrium).
Kita sebutkan berulang kali di atas, bahwa apabila posisi equi librium belum tercapai, maka akan terus terjadi proses “penyesuaian” berupa tindakan-tindakan oleh para pelaku pasar uang. Apakah sebenarnya bentuk dan tindakan-tindakan ini? Tindakan-tjndakan ini tidak lain berupa usaha dari para pelaku tersebut untuk mengubah struktur atau komposisi dari kekayaan yang ia pegang menuju ke arah struktur dan komposisi yang ia inginkan. Apabila kita menggunakan istilah seorang akuntan, apa yang dilakukan pelaku tersebut adalah mengubah nilai pos-pos dalam neracanya, sehingga ía akhirnya mempunyai suatu neraca dengan nilai dan masing-masing pos persis senilai yang ia inginkan. Jumlah total kekayaan sebagai tercermin dalam neracanya tidak bisa ia ubah (kecuali apabila ia menambahnya dengan tabungan dari pendapatannya nanti). Tetapi setiap saat ía selalu bisa, melalui tindakan-tindakannya di pasar uang, mengubah struktur kekayaannya tersebut. Jadi apabila ia merasa bahwa terlalu banyak uang tunai (pos “kas”) yang ia pegang, ia bisa mengurangi jumlah uang tunai yang ia pegang sampai sejumlah yang ia benar-benar inginkan. Kelebihan uang tunai tadi bisa ia simpan dalam rekening gironya di bank (jadi menambah pos “giro” dalam neracanya) atau sebagai deposito berjangka (menambah pos “deposito berjangka” dalam neracanya) atau untuk membeli saham (menambah pos “saham” dalam neracanya) atau untuk membeli “tanah” dalam neracanya) atau untuk membeli barang-baranglain (menambah pos ‘barang-barang” dalam neracanya). Inilah yang kita maksud dalam mengubah struktur atau komposisi kekayaan diatas. Dan tindakan ini pulalah yang kita maksud dengan tindakan “penyesuaian “ tersebut di atas. Tindakan-tindakan semacam ini mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar uang, dan akan berhenti dilakukan apabila semua pelaku dalam pasar uang sudah “puas” dengan struktur dan komposisi neraca (kekayaan) yang mereka punyai (artinya, setiap pos dalam masing-masing neracanya adalah persisi senilai yang ia inginkan). Dalam teori moneter kita mempunyai istilah khusus bagi proses penyesuaian komposisi neraca ; kita menamakannya proses penyesuaian portofolio atau portfolio adjustment.
Kita ambil sebuah contoh mengenai pengaruh proses penyesuaian portofolio ini di pasar uang. Seandainya pasar uang pada mulanya pada posisi equilibrium, artinya permintaan dan penawaran dikedua sub-pasarnya seimbang dan para pelaku pasar uang cukup “puas” dengan struktur portofolionya sehingga tidak ada minat untuk melakukan penyesuaian apapun. Kemudian anggap terjadi penambahan penawaran uang inti dari Otorita Moneter kepada masyarakat, misalnya saja karena Pemerintah tiba-tiba menaikan pembelian atau pembelanjaan barang atau karena ada kenaikan gaji pegawai negeri. Pada putaran pertama tambahan uang inti tersebut akan diterima oleh masyarakat dalam bentuk tambahan uang tunai (kartal) yang mereka pegang. Ini selanjutnya berarti bahwa cadangan tersebut untuk membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Seperti kita ketahui, SBI ini adalah “surat hutang” Bank Indonesia yang memberikan bunga tertentu dengan masa jatuh tempo tertentu pula. Dalam transaksi tersebut, bank menerima SBI dan Bank Indonesia menerima uang tunai. Dalam contoh ini kita lihat bahwa tambahan uang inti yang berawal dan Pemerintah (Otorita Moneter), kembali kepada Bank Indonesia (Otorita Moneter), meskipun tidak seluruhnya. Jadi sebagian (paling tidak) kembali lagi ke sumbernya (suppliernya), yaitu Otorita Moneter. Dalarn proses tersebut di atas, uang kartal yang dipegang masyarakat tetap, tetapi uang giralnya (saldo rekening gironya) bertambah. Jadi M1 bertambah.
Kita bisa membayangkan skenario yang lain yang lebih kompleks misalnya tambahan uang itu tadi sebagian dipegang sebagai tambahan uang kartal sebãgian dipegang sebagai deposito berjangka, dan sebagian dibelikan barang. Ini berarti bahwa mereka menahan sebagian dari tambahan uang itu untuk memenuhi “permintaan”nya akan tambahan uang kartal, sebagian untuk memenuhi “permintaan” nya akan tambahan uang giral (deposito berjangka) dan sisanya untuk memenuhi “permintaan”nya akan tambahan barang. Jadi struktur portofolio (neraca) mereka telah berubah dalam proses mencapai “keseimbangan” baru. Selanjutnya perubahan portofolio para penerima uang inti tadi mempengaruhi pula portofolio bank (cadangan bank bertambah) dan juga portofolio penjual barang (uang tunainya bertambah, tapi barangnya berkurang). Selanjutnya ini akan mengundang proses penyesuaian portofolio bank dan penjual baran tersebut. Bank misalnya, bisa membeli SBI seperti dalam skenario di atas, atau membeli sedikit. SBI, sedikit menambah cadangan (uang tunai)nya, sedikit membeli obligasi, sedikit memperbesar kreditnya kepada nasabahnya (yang juga merupakan salah satu bentuk “aktiva” yang mungkin dipegang bank). Demikian pula para penjual barang tersebut akan melakukan penyesuaian portofolionya sehingga mencapai struktur yang diinginkan. Tindakan-tindakan penyesuaian portofolio bank dan penjual barang tersebut akan mempengaruhi portofolio Otorita Moneter (dengan pembelian SBI tersebut), yang mungkin juga akan bereaksi dengan menyesuaikan portofolionya, dan bahkan juga akan mempengaruhi lagi portofolio penerima awal uang inti tadi. Sekali lagi di sini terjadi proses penyesuaian portofolio yang berantai di antara para pelaku pasar uang. Proses ini akan terus berlanjut sampai masing-masing mencapai struktur portofolio yang persis seperti yang diinginkan. (Teori moneter menyatakan bahwa posisi equilibrium ini akhirnya akan tercapai juga setelah terjadi banyak kali “putaran” penyesuaian poflofolio).
Tambahan uang inti dalam contoh diatas akhirnya akan menambah jumlah uang beredar (M1 atau M2), setelah terjadi banyak kali putaran penyesuaian. Berapa besar tambahan uang beredar yang akhirnya tercipta , tergantung pada sifat dari putaran-putaran penyesuaian tersebut. Biasanya tambahan uang beredar yang akhirnya diakibatkan oleh tambahan uang inti adalah lebih besar daripada tambahan uang inti tersebut. Dengan kata lain perkataan tambahan uang inti sebesar Rp. 1,00 akhirnya akan menambah uang beredar (bank M1 maupun M2) yang lebih besar dari Rp. 1,00. Melalui proses penyesuaian portofolio tesebut sebenarnya telah terjadi semacam “pelipatan” uang beredar, atau terjadi proses multiplier. Proses inilah yang merupakan inti dari teori mengenai penawaran uang.
Sumber:
Boediono, 1996, pengantar ilmu ekonomi no. 5 ekonomi moneter, cetakan kesembilan, BPFE, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar